Sejarah Kedatangan Yahudi di Palestina
Mengingat Kembali, Proses Masuknya Israel ke Palestina
TANAH Israel, yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai Eretz Yisrael,
merupakan tanah suci orang Yahudi. Menurut kitab Taurat, tanah Israel
dijanjikan kepada tiga Patriark Yahudi oleh Tuhan sebagai tanah air
mereka. Pada cendekiawan memperkirakan periode ini ada pada milenium
ke-2 SM. Menurut pandangan tradisional, sekitar abad ke-11 SM, beberapa
kerajaan dan negara Israel didirikan disekitar Tanah Israel;
Kerajaan-keraja
an dan negara-negara ini memerintah selama seribu tahun ke depan.
Antara periode kerajaan-kerajaan
Israel dan penaklukan Muslim abad ke-7, tanah Israel jatuh di bawah
pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Sassania, dan
Bizantium. Keberadaan orang Yahudi di wilayah tersebut berkurang drastis
setelah kegagalan Perang Bar Kokhba melawan Kekaisaran Romawi pada
tahun 132, menyebabkan pengusiran besar-besaran Yahudi. Pada tahun
628/9, Kaisar Bizantium Heraklius memerintahkan pembantaian dan
pengusiran orang-orang Yahudi, yang mengakibatkan populasi Yahudi
menurun lebih jauh. Walau demikian, terdapat sekelompok kecil populasi
Yahudi yang masih menetap di tanah Israel. Tanah Israel direbut dari
Kekaisaran Bizantium sekitar tahun 636 oleh penakluk Muslim. Selama
lebih dari enam abad, kontrol wilayah tersebut berada di bawah kontrol
Umayyah, Abbasiyah, dan Tentara Salib sebelum jatuh di bawah Kesultanan
Mameluk pada tahun 1260. Pada tahun 1516, tanah Israel menjadi bagian
dari Kesultanan Utsmaniyah, yang memerintah wilayah tersebut sampai pada
abad ke-20.
Orang-orang Yahudi yang berdiaspora telah
lama bercita-cita untuk kembali ke Zion dan tanah Israel. Harapan dan
kerinduan tersebut tercatat pada Alkitab dan merupakan tema pusat pada
buku doa Yahudi. Pada permulaan abad ke-12, penindasan Yahudi oleh
Katolik mendorong perpindahan orang-orang Yahudi Eropa ke Tanah Suci dan
meningkatkan jumlah populasi Yahudi setelah pengusiran orang Yahudi
dari Spanyol pada tahun 1492. Selama abad ke-16, komunitas-komunitas
besar Yahudi kebanyakan berpusat pada Empat Kota Suci Yahudi, yaitu
Yerusalem, Hebron, Tiberias, dan Safed. Pada pertengahan kedua abad
ke-18, keseluruhan komunitas Hasidut yang berasal dari Eropa Timur telah
berpindah ke Tanah Suci.
Imigrasi dalam skala besar, dikenal
sebagai Aliyah Pertama (Bahasa Ibrani: עלייה), dimulai pada tahun 1881,
yakni pada saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa
Timur. Manakala gerakan Zionisme telah ada sejak dahulu kala, Theodor
Herzl merupakan orang Yahudi pertama yang mendirikan gerakan politik
Zionisme, yakni gerakan yang bertujuan mendirikan negara Yahudi di Tanah
Israel. Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara
Yahudi), memaparkan visinya tentang negara masa depan Yahudi; Tahun
berikutnya ia kemudian mengetuai Kongres Zionis Sedunia pertama.
Aliyah Kedua (1904–1914) dimulai setelah terjadinya pogrom Kishinev.
Sekitar 40.000 orang Yahudi kemudian berpindah ke Palestina. Baik
gelombang pertama dan kedua migrasi tersebut utamanya adalah Yahudi
Ortodoks. Namun, pada Aliyah Kedua ini juga meliputi pelopor-pelopor
gerakan kibbutz. Selama Perang Dunia I, Menteri Luar Negeri Britania
Arthur Balfour mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi
Balfour, yaitu deklarasi yang mendukung pendirian negara Yahudi di tanah
Palestina. Atas permintaan Edwin Samuel Montagu dan Lord Curzon,
disisipkan pula pernyataan “it being clearly understood that nothing
shall be done which may prejudice the civil and religious rights of
existing non-Jewish communities in Palestine, or the rights and
political status enjoyed by Jews in any other country”. Legiun Yahudi,
sekelompok batalion yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan
Zionis, kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina. Oposisi Arab
terhadap rencana ini berujung pada Kerusuhan Palestina 1920 dan
pembentukan organisasi Yahudi yang dikenal sebagai Haganah (dalam Bahasa
Ibrani artinya “Pertahanan”).
Pada tahun 1922, Liga
Bangsa-Bangsa mempercayakan mandat atas Palestina kepada Britania Raya.
Populasi wilayah ini pada saat itu secara dominan merupakan Arab Muslim,
sedangkan pada wilayah perkotaan seperti Yerusalem, secara dominan
merupakan Yahudi.
Imigrasi Yahudi berlanjut dengan Aliyah
Ketiga (1919–1923) dan Aliyah Keempat (1924–1929). Secara keseluruhan
membawa 100.000 orang Yahudi ke Palestina. Setelah terjadinya kerusuhan
Jaffa, Britania membatasi imigrasi Yahudi, dan wilayah yang ditujukan
sebagai negara Yahudi dialokasikan di Transyordania. Meningkatnya
gerakan Nazi pada tahun 1930 menyebabkan Aliyah kelima (1929-1939)
dengan masukknya seperempat juta orang Yahudi ke Palestina. Gelombang
masuknya Yahudi secara besar-besaran ini menimbulkan Pemberontakan Arab
di Palestina 1936-1939, yang memaksa Britania membatasi imigrasi dengan
mengeluarkan Buku Putih 1939. Sebagai reaksi atas penolakan
negara-negara di dunia yang menolak menerima pengungsi Yahudi yang
melarikan diri dari Holocaust, dibentuklah gerakan bawah tanah yang
dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan untuk membawa orang-orang
Yahudi ke Palestina. Pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang
Yahudi telah mencapai 33% populasi Palestina, meningkat drastis dari
sebelumnya yang hanya 11% pada tahun 1922.
Setelah 1945,
Britania Raya menjadi terlibat dalam konflik kekerasan dengan Yahudi.
Pada tahun 1947, pemerintah Britania menarik diri dari Mandat Palestina,
menyatakan bahwa Britania tidak dapat mencapai solusi yang diterima
baik oleh orang Arab maupun Yahudi.
Badan PBB yang baru
saja dibentuk kemudian menyetujui Rencana Pembagian PBB (Resolusi
Majelis Umum PBB 18) pada 29 November 1947. Rencana pembagian ini
membagi Palestina menjadi dua negara, satu negara Arab, dan satu negara
Yahudi. Yerusalem ditujukan sebagai kota Internasional – corpus
separatum – yang diadministrasi oleh PBB untuk menghindari konflik
status kota tersebut. Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi
Liga Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi
mendapat 55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30%
dari seluruh penduduk di daerah ini. Pada 1 Desember 1947, Komite Tinggi
Arab mendeklarasikan pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok
Arab mulai menyerang target-target Yahudi. Perang saudara dimulai
ketika kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat defensif perlahan-lahan
menjadi ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh dan sekitar 250.000
warga Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.
Pada 14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan
kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai
“Israel”. Esoknya Amerika Serikat mengakui kedaulatan Israel. Karena
pada saat perang antara Arab-Yahudi, bangsa Yahudi yang tinggal di
Amerika memiliki peranan penting dalam perekonomian Amerika. Hal ini
menyebabkan Amerika berpihak kepada kepentingan bangsa Yahudi