JAKARTA - SBY saat dilantik menjadi presiden bersumpah dihadapan
rakyat dan bangsa Indonesia dengan mengucapkan sumpah : "melaksanakan
kewajiban menjalankan amanah konstitusi selurus-lurusny
a".
Di dalam konstitusi negara 'UUD 45', secara eksplisit, terdapat sebuah
diktum, yang menyatakan, di pasal 33, bahwa seluruh kekayaan alam, bumi
dan air akan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Tetapi, faktanya sekarang kekayaan alam dan asset negara bukan lagi
rakyat yang menikmati, tetapi penjajah 'Asing dan A Seng'. Rakyat hanya
menjadi kuli di negaranya sendiri.
Kemudian, kalau ada calon
presiden yang bercita-cita atau memberikan janji serta komitmen ingin
mengembalikan kekayaan negara atau asset negara apakah salah? Sebuah
kejahatan? Barangkali melanggar konstitusi negara?
Bahkan,
Presiden Hugo Chavez, yang memimpin 26 juta rakyat Venezuela, melakukan
nasionalisasi seluruh perusahaan asing, termasuk perusahaan Amerika,
justru membuat rakyat lebih baik, dan ketika Hugo Chavez meninggalkan,
seluruh rakyatnya menangisi kepergiannya.
Sebaliknya, Presiden
SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat, menegaskan dirinya tidak akan
mendukung dan memilih calon presiden yang memberikan janji-janji muluk
yang justru akan membahayakan bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Menurut SBY, rakyat akan senang bila yang dijanjikan calon presiden itu
membawa manfaat yang nyata bagi masyarakat. Tapi dia melihat ada
janji-janji capres yang dirasa sangat membahayakan.
"Saya ambil
contoh, kalau kita dengar janji-janji kampanye selama ini, menurut saya
ada yang berbahaya. Misalnya, kalau 'kalau saya jadi presiden semua
aset asing akan saya nasionalisasi, kita ambil alih," kata SBY saat
wawancara dengan Suara Demokrat yang diunggah di YouTube, Rabu 7 Mei
2014.
Dijelaskan SBY, masyarakat yang mendengar retorika
seperti itu sebagian akan bilang 'wah ini hebat, pemimpin berani,
pemimpin tegas, nasionalismenya tinggi'.
"Tetapi kalau yang bersangkutan menjadi presiden, semua aset
dinasionalisai yang perjanjiannya sudah sejak era Bung Karno, Pak Harto
hingga sekarang ini, maka hari ini dilakukan nasionalisasi, besok kita
dituntut di pengadilan kita bisa kalah. Kalahnya akan memporak-porandakan perekenomian kita," katanya.
Karena itu menurut SBY, dampaknya akan sangat dasyat. Karena itu
menurutnya, bila ada seorang capres yang bersikukuh bahwa akan
melaksanakan menasionalisasi semua aset asing di Indonesia ini dia dengan tegas tidak akan memilihnya.
"Saya tidak akan mendukungnya. karena saya tahu risikonya karena itu akan membawa malapetaka bagi perekonomian kita," katanya.
SBY yang telah memimpin negeri ini hampir 10 tahun, mengatakan bahwa
dirinya mengerti apa tugas dan pekerjaan seorang presiden, dan bila dia
memilih sesorang pasti yang sudah diyakini bahwa yang bersangkut mampu
menjalankan tugas sebagai presiden.
Dalam video wawancara yang
durasinya hingga 19 menit, SBY juga menyinggung visi serta misi calon
presiden yang berjanji akan mengembalikan UU 1945 sebelum adanya
perubahan. Menurutnya, hal itu dapat menimbulkan instabilitas dan akan
mengganggu jalannya pemerintahan dan pembangunan.
"Para capres
bicara kepada rakyat, apa yang mau dilaksanakan, kita dengar
besama-sama. Dan saya, tegas mengatakan, tidak akan pernah mendukung
capres manapun, kubu manapun, yang janji-janjinya justru membahayakan
kehidupan bangsa kita," katanya.
Meski tak menyebut nama,
pernyataan SBY ini mengarah pada calon presiden Prabowo Subianto.
Prabowo dalam berbagai kesempatan mengutarakan nasionalisasi aset asing
sebagai platformnya.
Memang, sikap Presiden SBY, tidak harus
menjadi panutan, penolakannya yang tidak menyetujui langkah
nasionalisasi terhadap perusahaan asing itu, sudah kedaluwarsa, di
tengah-tengah bangsa Indonesia yang semakin terjajah asing, dan
kekayaannya dirampas dan dirampo, sementara rakyat dan bangsa Indonesia
semakin miskin, dan tidka bermartabat, hina dina.
Sungguh, jika
ada pemimpin yang berani mengambil tindakan tegas terhadap kepentingan
asing, dan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan asing di
Indonesia, itu sejati seorang tokoh yang patut dijuluki sebagai "Sang
Pembebas", dan layak seluruh bangsa Indonesia menjadi bangga, dan
berdiri dibelakangnya, memberikan dukungan siapapun pemimpin itu.
Betapa sedihnya rakyat Indonesia melihat keadaan yang ada, di mana
negara yang sangat luas, tiga kali daratan Eropa luas, dan memiliki
sumber daya alam (SDA) yang melimpah, tetapi semua kekayaan itu,
bukanlah bagi kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia, tetapi yang
menikmati penjajah asing.
Memang, SBY bukan tokoh yang bisa
menjadi penjaga dan pelindung rakyat dan bangsa Indonesia, ketika harus
berhadapan dengan kepentingan asing. Menurut beberapa informasi, SBY
yang sudah menjelang lengser, bulan Oktober nanti, masih sempat
menandatangani perpanjangan kontrak PT Freeport dan Newmont. Di mana
keberpihakan Presiden SBY terhadap rakyat dan Bangsa Indonesia?
Wallahu'alam
sumber : https://m.facebook.com/photo.php?fbid=682377191799039&id=261746267195469&set=a.261749383861824.56051.261746267195469&refid=17