MILITER INDONESIA : ARSENAL TNI, GABUNGAN ALUTSISTA USA DAN RUSIA
Embargo militer AS
atas Indonesia memberi pelajaran berharga bagi Indonesia. Karena
embargo AS, pesawat-pesawat F-16 TNI AU tidak bisa terbang karena
ketiadaan suku cadang. Maka, selagi ekonomi kita tumbuh dengan baik,
pemerintah RI mulai membeli peralatan militer dari negara-negara lain di luar AS, yakni Rusia, Brazil, dan Jerman, di saat yang sama pula Indonesia mulai menggalakkan industri dalam negeri agar tercipta kemandirian alutsista.
Salah satunya adalah untuk menghindari embargo sepihak dari negara asal
produsen tersebut, yang kongres maupun pemerintahnya amat sangat licik
dan bermuka dua dalam hal kebijakan luar negerinya serta selalu ingin
mencampuri urusan internal negara lain. Kita bisa beli rudal berikut
teknologinya dari
Rusia dan China. Hasilnya,
Indonesia sudah mampu membuat roket sendiri
RX 550 dan
masih akan dikembangkan lagi sebagai pembawa satelit. Belanda tidak mau
menjual Tank Leopard yang mereka beli dari Jerman ke kita, maka kita
tanpa pikir panjang langsung mengalihkan pembelian ke Jerman sendiri,
sang produsennya langsung.
Saat ini kita tak lagi ambil pusing jika negara-negara pongah tak mau
menjual senjatanya dengan embel-embel HAM dan lain sebagainya.
Pemerintah mulai berani. Saat Belanda, Inggris atau Jerman ingin
Indonesia bersedia membeli kapal dari galangan mereka, maka mereka juga
harus mau membangun sebagiannya di PT PAL, Indonesia, untuk transfer
teknologi. Ketika Bank Dunia mempersulit pencairan dana bantuan yang
hanya sebesar 1,7 triliun rupiah untuk proyek JEDDI di DKI Jakarta,
Gubernur DKI Jokowi dengan tegas akan membatalkan hutang itu. DKI lebih
dari mampu untuk mengatasi proyek itu sendiri dengan APBD, karena sisa
anggaran tahun lalu saja 10 triliun rupiah belum terpakai.
Indonesia juga menolak didikte oleh IMF yang telah mengacak-acak
perekonomian RI selama ini. Indonesia langsung melunasi seluruh
hutang-hutangnya ke lembaga itu, yang di zaman Bung Karno, IMF diusir
keluar dari Indonesia. Sekarang IMF yang berbalik meminta-minta ke
Indonesia bantuan sebesar 1 juta Dollar AS untuk mengatasi krisis di
Eropa.
IGGI (sekarang CGI) dibubarkan
oleh pemerintah RI, karena peran mereka yang signifikan dalam 'merusak'
Indonesia dan memuluskan kepentingan para komprador. Indonesia tidak
butuh mereka lagi dengan Paris Club dan segala tetek bengek-nya yang
menjadi agen pembodohan arah pembangunan dengan berkedok Lembaga
Konsultatif semu. Indonesia belakangan sadar, CGI tak lebih dari
gerombolan penipu yang memperdaya negara lugu yang umurnya baru beberapa
puluh tahun. Peran CGI sudah selesai karena Indonesia bisa mengarahkan
diri menuju kemandirian.
Lihat saja perkembangan sikap tegas itu, Freeport tak mau bangun smelter
di negeri ini, maka tahun depan mereka pun tidak akan dijamin bisa
ekspor keluar. Belum lagi, Indonesia masih menuntut agar Freeport
melakukan divestasi saham sebesar minimal 51% ke pemerintah pusat dan ke
Pemda.
Bagi AS sendiri, Indonesia sebenarnya bukanlah sekutu utama dalam
arti kesamaan ideologi maupun pakta pertahanan di tubuh organisasi yang
sama seperti NATO, ANZUS, maupun pakta pertahanan bilateral seperti AS-Jepang, AS-Philipina. Bahkan Indonesia tak lebih dari negara besar yang mereka lupakan dalam hal pengaruh dan perannya di tingkat dunia.
Hubungan Indonesia-AS selama ini tak lebih dari basa-basi belaka.
Hubungan yang tidak seimbang, di mana negara uncle sam ini banyak
memaksakan kehendaknya terhadap negara kita dan lainnya.
AS Mencari Perhatian Elite Indonesia
Setelah gagal dalam usahanya menjadi pengendali tunggal terhadap Selat
Malaka, Amerika sepertinya harus mengubah kebijakannya terhadap
Indonesia dengan secara aktif mendorong Indonesia sebagai sekutu
terdepan di Asia Tenggara. Itulah sebabnya negara Paman Sam ini berusaha
menjalin kerjasama dalam bidang militer-strategis.
Tujuannya tentu untuk memperoleh akses bebas terhadap sumberdaya alam
Indonesia dengan membangun pangkalan militer di wilayah NKRI, guna
mengontrol selat Malaka sekaligus bisa mengendalikan dua negara Asia
Tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand. Dan kalau taktis ini
berjalan lancar, praktis kedua negara ASEAN tersebut bisa diawasi oleh
Amerika melalui wilayah Indonesia.
Sisi strategis Indonesia di mata Gedung Putih ada dua. Pertama, karena
lokasi geostrategis Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam. Tapi yang
jauh lebih penting, karena kewibawaan dan pengaruhnya yang besar di
kalangan negara-negara ASEAN. Sehingga Amerika berusaha memanfaatkan
kemampuan Indonesia di negara-negara anggota Organisasi Konferensi
Islam(OKI), agar bisa memberikan dampak atas penyelesaian berbagai
masalah krusial seperti situasi di Afghanistan, Irak, program nuklir
Iran, dan situasi krisis di Timur Tengah pada umumnya. Washington
mendorong pemerintahan SBY agar meningkatkan intesiifikasi hubungan
bilateral, melalui latihan militer bersama, termasuk di wilayah Selat
Malaka. Bahkan lebih daripada itu, Amerika juga melakukan pelatihan para
kader militer Indonesia di Amerika Serikat, selain pelatihan bagi para
staf muda birokrasi dari berbagai kementerian dan media massa besar
berskala nasional maupun daerah. Bantuan Amerika di bidang kemiliteran
semakin meningkat di era Presiden Bush. Baru-baru ini Indonesia
menjajagi kemungkinan mendapatkan tank-tank ampibi dari Amerika. Amerika
kabarnya sudah setuju, hanya saja Amerika meminta kejelasan apa imbalan
dan keuntungan yang bisa diraih dari pengadaan bantuan perlatan militer
tersebut.
Alutsista Baru TNI Datang Dari AS Dan NATO
Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus memperkuat persenjataannya. TNI
berharap secara bertahap, kebutuhan minimal akan sistem persenjataan
bisa tercapai tahun 2019.
Sejumlah senjata paling mutahir untuk matra darat, laut dan udara telah tiba untuk memperkuat TNI. Lembaga analisa militer
Global Firepower menaikkan rangking militer Indonesia dari urutan 18 menjadi urutan 15 sejak Juni 2013 lalu.
Tak cuma membeli ke luar negeri. Pemerintah NKRI juga mewajibkan
industri pertahanan dalam negeri bangkit dan berkembang. Kelak Indonesia
diharakan bisa memproduksi tank baja, kapal selam hingga jet tempur.
Tahun ini pemerintah menggelontorkan dana Rp 25 triliun. Hingga Rp 2014,
Rp 150 triliun dianggarkan untuk alutsista dan pembangunan industri
pertahanan.
Lihat saja beberapa alutsista yang terdaftar secara terbuka dan bakal
mengisi arsenal TNI, diantaranya ada merk barat (NATO), AS dan beberapa
negara lainnya diluar blok mereka.
Akuisisi Heli Serang Apache AH-64
Kementerian Pertahanan RI telah
menandatangani kesepakatan pembelian delapan helikopter serang jenis
Apache AH-64 dari Amerika Serikat. Hal itu terungkap dalam
kunjungan Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel, yang bertandang ke
Indonesia hari ini, Senin 26 Agustus 2013. Hagel tiba di tanah air hari
ini usai menyambangi Malaysia. Dalam keterangan pers di Gedung
Kementerian Pertahanan, Menhan Poernomo Yusgiantoro, mengatakan akan
membentuk satu skuadron helikopter Apache bagi TNI Angkatan Darat. Menhan
memutuskan membeli helikopter tersebut dalam rangka memodernisasi
alutsista TNI yang sudah usang. Hampir 20 tahun lebih, kata Poernomo,
Indonesia belum membeli peralatan militer baru.
"Kami membelinya
sebagai bagian dari upaya modernisasi peralatan perang militer
Indonesia. Kami akui bahwa kualitas militer Indonesia masih rendah, oleh
sebab itu akan terus diperbaiki ".
Mengapa baru
membeli Helikopter Serang Apache AH-64 saat ini, menhan
beralasan karena ketiadaan biaya saat krisis ekonomi masih menghantam
Indonesia. Sehingga pemerintah memfokuskan pada pemulihan ekonomi
ketimbang modernisasi peralatan militer. Dia pun membantah anggapan yang menyebut upaya Kemhan
memperbarui peralatan militer karena ingin bersaing dengan negara lain
yang kini tengah gencar melakukan hal serupa seperti Filipina dan China.
Poernomo menyebut memperbarui alutsista tidak hanya untuk kepentingan
perang semata, namun dapat ditujukan bagi upaya penanggulangan bencana.
Informasi
yang diperoleh dari Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin,
Indonesia akan membeli delapan helikopter itu senilai US$600 juta atau
Rp6,4 triliun. Diharapkan pada Oktober 2014 nanti sudah mulai tiba di
Indonesia secara bertahap.
"Helikopter itu lengkap dengan persenjataan
dan spare part-nya ".
Helikopter AH-64
Apache merupakan kendaraan tempur yang dapat digunakan di semua keadaan
cuaca. Alutsista itu dikendalikan oleh dua awak dan persenjataan
utamanya adalah sebuah meriam rantai M230 30 mm yang terletak di bawah. Helikopter
milik AD AS ini pernah digunakan dalam operasi-operasi invasi Negeri
Paman Sam ke Panama tahun 1989 silam, perang teluk, Afganistan dan Iraq.
1. TNI AD
TNI AD diperkuat sejumlah senjata canggih. Di antaranya 61 unit Tank Leopard Ri, 42 unit Tank Leopard 2A4, dan 50 tank Marder.
Tank produksi Pabrik Rheinmettal, Jerman ini tiba secara berangsur
mulai Oktober 2013. Tank kelas berat tersebut akan ditempatkan di
perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Untuk artileri, TNI Angkatan Darat membeli MLS Astros II
dari Brasil. MLS Astros II merupakan mobil tempur yang mampu
meluncurkan 2 roket, 4 roket dan 16 roket. Jika dalam posisi laras
peluncuran 2 roket, jangkauan yang dicapai hingga 300 km. Astros II akan
dioperasikan Yonarmed I/105 Tarik Ajusta Yudha, Singosari, Malang, Jawa
Timur.
TNI AD juga menambah daya gempur lewat udara dengan sejumlah helikopter
serang. Kini Dinas Penerbang TNI AD mengandalkan 3 buah Mi-35 Hind E
produksi Rusia, maka kini TNI AD telah membeli 8 unit Apache tipe AH-64E
seharga USD 500 juta dari AS. Helikopter serang canggih ini akan
ditempatkan di Laut China Selatan. Sejumlah panser dan persenjataan lain
juga akan memperkuat TNI AD.
2. TNI AL
Di matra laut, TNI AL juga ingin menunjukkan taringnya sebagai penjaga
samudera. TNI telah memesan tiga kapal selam dari Korea Selatan. Kapal
itu diharap sudah bisa memperkuat Indonesia mulai tahun 2015. Saat ini
wilayah laut Indonesia yang begitu luas hanya dijaga dua kapal selam.
TNI AL juga akan membeli 11 helikopter antikapal selam dan menghidupkan
kembali skadron antikapal selam. Indonesia pernah memiliki skadron ini
tahun 1960an, tapi kemudian dihapus. Helikopter ini diharapkan sudah
datang tahun 2014 dan dipusatkan di Surabaya.
TNI AL berencana memesan 35 kapal cepat rudal (KCR) untuk mewujudkan
kebutuhan minimum. Dua KCR, yakni KRI Celurit-641, dan KRI Kujang-642
telah memperkuat armada barat.
Selain itu TNI AL ingin membeli tiga kapal frigat buatan Inggris. Kapal
ini awalnya dipesan Brunei Darussalam, tetapi kemudian tidak jadi karena
butuh personel banyak untuk mengawakinya.
Untuk marinir, 17 Tank Amfibi BMP-3F dari Rusia telah datang sejak 2012. Idealnya korps baret ungu ini memiliki 95 tank BMP-3F.
3. TNI AU
Kedatangan dua Sukhoi SU-30 MK2 pada Februari 2013 lalu memperkuat
kekuatan elang udara RI. Secara bertahap, diharapkan TNI AU bisa
memiliki 16 jet Sukhoi. 16 Jet tempur ringan T-50 Golden Eagle dari
Korea Selatan juga akan memperkuat TNI AU. Satu skadron ini
direncanakan untuk menggantikan pesawat Hawk yang akan segera
dipensiunkan.
Selain itu hibah 24 pesawat F-16 D Blok 52 hibah dari Amerika Serikat diharapkan sudah datang pertengahan tahun 2014.
Pesawat serang darat A29A Super Tucano dari Brazil juga sudah
bertahap tiba di Indonesia. Pesawat dengan kualifikasi antigerilya dan
serangan darat ini menggantikan OV-10 Bronco yang sudah dibebastugaskan.
Untuk pesawat angkut, TNI AU dapat tambahan CN-295. Selain itu 6 unit
C-130 H Hercules ditambah hibah Australia sebanyak 4 unit untuk pesawat
yang sama.
Pesawat lain yang direncanakan akan hadir di antaranya Helikopter Cougar, Grob, dan pesawat latih KT-1.
Sejarah mencatat dari study dokumen Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago :
Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’,
karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah
Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley.
" Saat itu ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor dan itu semua dilakukan dengan cara yang spektakuler"
Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan, jasa, industri
ringan, perbankan dan keuangan yang dilakukan oleh Chase Manhattan
kemudian duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan
kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor
lainnya dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk
berinvestasi di Indonesia. Kondisi di mana modal global duduk dengan
para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan
merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya
sendiri......TERLALU !!
Rusia -Indonesia Membuka Kran ASEAN
Rusia bertekad semakin aktif menjalin kerjasama dengan Indonesia di
bidang pertahanan. Kerjasama ini tidak sebatas jual-beli alat-alat utama
sistem pertahanan (alutsista), namun juga latihan militer bersama dan
rencana membuat proyek patungan industri alutsista. Saat masih berbentuk
Uni Soviet
(USSR), Rusia menjual persenjataannya ke Indonesia
tidak lama setelah kedua negara membuka hubungan diplomatik pada 1950.
Di tahun-tahun awal, banyak pula personel angkatan laut dan udara
Indonesia dikirim ke Uni Soviet untuk menempuh pendidikan.
Hubungan itu sempat terganggu di pertengahan dekade 1960an karena
alasan-alasan politis. Kedua negara kembali melanjutkan hubungan di awal
dekade 1990an, namun demikian telah memulainya dengan kerjasama yang
saling menguntungkan secara signifikan. tengok saja pembicaraan soal
jual-beli jet tempur Rusia Sukhoi-30 ke Indonesia sudah berlangsung
sejak 1997 meski baru disepakati pada 2003.
Eratnya kembali kerjasama pertahanan Rusia-Indonesia banyak terbantu
berkat rengganggnya hubungan serupa antara Indonesia dengan Amerika
Serikat di akhir dekade 1990an. Kerenggangan itu muncul setelah
Washington menjatuhkan embargo penjualan senjata ke Jakarta karena
menilai Indonesia saat itu melanggar Hak Asasi Manusia di Timor Timur,
yang kini bernama Timor Leste sejak menjadi negara berdaulat pada 2002.
Embargo senjata AS ke RI itu, berikut suku cadang, berlangsung selama
1999-2005. AS mengakhiri embargo ketika Presidennya saat itu, George W
Bush, menganggap Indonesia termasuk mitra penting memerangi terorisme
dan perlu mencabut embargo, AS pun terlihat aktif menawarkan mesin-mesin
perangnya kepada Indonesia. Pada 2011, AS sepakat mengirim 24 unit jet
tempur bekas tipe F-16 seri C/D blok 25 kepada Indonesia secara
cuma-cuma, kecuali untuk biaya pemutakhiran (upgrade).
Pada akhir 2012, AS dan Indonesia berunding untuk jual-beli helikopter
serbaguna UH-60 Black Hawk dan helikopter tempur AH-60D buatan Boeing.
Namun, belajar dari embargo AS itu, Indonesia membuka pintu kerjasama
seluas-luasnya kepada negara lain, termasuk Rusia, agar tidak lagi
bergantung kepada satu pihak dalam pengadaan alutsista. Maka, sejak itu,
Indonesia tidak hanya kembali berbisnis senjata dengan AS, namun juga
mempererat kerjasama serupa dengan Rusia.
Maka, Indonesia dan Rusia bersepakat soal jual beli jet tempur dan
mesin-mesin perang lain. Sejak 2003, Rusia telah mengirim 12 unit jet
tempur Sukhoi ke Indonesia dan pengiriman empat unit lagi masih menunggu
persetujuan lebih lanjut. Moskow pun telah menjual sejumlah helikopter
militer Mi-35 dan Mi-17 kepada Jakarta. Alutsista lain yang dijual Rusia
ke Indonesia adalah kendaraan tempur lapis baja BMP-3F, kendaraan
pengangkut personel BTR-80A, serta senapan serbu AK-102.
Untuk membeli persenjataan itu, Moskow pada 2007 memberi fasilitas
kredit sebesar US$1 miliar kepada Jakarta. Kerjasama pertahanan di luar
jual-beli persenjataan juga telah berlangsung, seperti menggelar latihan
bersama memerangi perompak di laut antara pasukan Indonesia dengan
Rusia pada 2011.
Kerjasama kedua negara juga mencakup
kemitraan Rusia dengan ASEAN. Pada Juli 2004, Rusia dan ASEAN
menyapakati deklarasi memerangi bersama terorisme.
ASEAN dan Rusia pun menggelar pertemuan tahunan dan kelompok-kelompok
diskusi di bidang keamanan maritim, bantuan kemanusiaan, pengobatan
militer, operasi penjaga perdamaian , dan pemberantasan ranjau darat.
Baru-baru ini Rusia menawarkan bantuan ke Indonesia membangun sistem
pertahanan udara. Saat ini, Indonesia hanya memiliki rudal-rudal
pertahanan
SAM (
surface-to-air missile) jarak dekat.
Viktor Komardin dari perusahaan ekspor senjata-senjata Rusia
(Rosoboronexport) mengungkapkan bahwa Moskow akan menjual perangkat
sistem SAM sekaligus membantu mempersiapkan jaringan pertahanan udara.
Hal yang sangat krusial untuk segera disetujui untuk pengadaannya.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Edy
Prasetyono, menilai kerjasama pertahanan RI-Rusia masih belum maksimal,
tidak saja dalam jual-beli alustsita, namun juga di bidang lain seperti
pelatihan, dan pendidikan militer.
"Indonesia kini punya undang-undang
industri pertahanan yang menyatakan bahwa pembangunan industri
pertahanan bisa berlangsung melalui kerjasama internasional. Maka, ada
ruang bagi Rusia untuk bekerjasama dengan Indonesia, terutama dalam
beberapa platform senjata tertentu. Kedua negara perlu bernegosiasi soal
ini ".
Indonesia Mendapat Tawaran Sepuluh Kapal Selam dari Rusia
|
|
Rusia menawarkan sepuluh unit kapal selam kepada Indonesia. Meski
demikian, tidak bisa serta-merta diterima sebab pemerintah masih harus
mengeluarka biaya perawatan. Selain itu pemerintah masih
mempertimbangkan masa pakai alat utama sistem senjata (alutsista)
tersebut.
" Memang ada tawaran lagi 10 kapal selam dari Rusia, Tentu kita pertimbangkan karena nanti juga ada biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, perbaikan dan lain sebagainya itu kita hitung dulu jangan
buru-buru " .
Dia mengatakan, kapal selam yang ditawarkan Rusia merupakan kapal selam
bekas. Penawaran 10 unit tersebut atas dasar kedekatan kedua negara.
Beberapa sumber mencoba mencitrakan kesenyapan atas klausul ini sebagai
bagian dari kerahasiaan militer tingkat tinggi. Sehingga tak ada
publikasi berlebihan demi keseimbangan kawasan.
Bahkan secara bersamaan Indonesia juga sudah memesan kapal selam yang
dibangun di Korea Selatan. Diharapkan, kapal pembangunan selam tersebut
selesai pada tahun depan. Saat ini pemerintah sedang melakukan survei
untuk meletakkan kapal-kapal selam tersebut selain di Palu, Sulawesi
Tengah (Sulteng).
Tidak semua jenis kapal selam ideal bagi perairan Indonesia. Kapal
selam yang ideal antara lain berukuran tidak terlalu besar seperti
kelas Los Angeles dari US Navy, atau terlalu kecil seperti kelas Vastergotland dari Swedia.
Berarti, yang tepat kelas menengah seperti kelas Type-209/1300, kelas Kilo, kelas Agosta, atau kelas Upholder.
Combat system-nya minimal harus setara dengan kapal selam yang dimiliki
oleh negara tetangga, atau sedapat mungkin lebih canggih. Dilengkapi
dengan persenjataan yang modern dengan daya hancur tinggi. Belakangan
ini yang cukup santer dikaji oleh Indonesia adalah Kapal selam kelas
Kilo yang sudah dimodifikasi, buatan Rusia (Project 636), kelas Type-209
(Changbogo) dari Korea Selatan, Type-209 Jerman, dan kelas Scorpene
dari Perancis.
Sarana Pendukung
Kehadiran kapal selam tentunya memerlukan sarana pendukung yang memadai.
Terutama sarana pangkalan, karena ciri yang khusus dari kapal selam dan
berbeda dengan kapal permukaan. Kapal selam sebaiknya memiliki
pangkalan yang khusus dengan rancang bangun yang berbeda dengan
pangkalan kapal permukaan. Tentunya hal ini akan memerlukan alokasi
anggaran yang tidak sedikit. Lihat saja pembuatan galangan kapal selam
di Surabaya dan pangkalan kapal selam di teluk palu yang tentu telah
menghabiskan dana luar biasa. Namun demi garansi tegaknya NKRI hal itu
adalah sesuatu yang pantas bagi Indonesia. Tak ada dalih dan alasan bagi
siapapun untuk menundanya.
Catatan kekuatan kapal selam yang berada di sekitar Indonesia antara lain:
MALAYSIA
Scorpene – DCNS Perancis
Scorpene memiliki keunggulan antara lain; teknologi yang sudah
mutakhir, didukung dengan persenjataan yang memadai seperti rudal Sm-38 Exocet (enam peluncur rudal), 21 tabung torpedo untuk meluncurkan torpedo jenis “Black Shark”
(Advanced Heavyweight Torpedo) jenis SUT/Surface and Underwater
Torpedo. Persenjataan dikendalikan dengan Advanced Combat System (ACS).
ACS memungkinkan kendali persenjataan bekerja bersama dengan rangkaian
perangkat sensor secara simultan, hal ini berpengaruh terhadap
penanganan persenjataan lebih cepat, senyap dan fleksibel. Dengan sistem
ini setiap tabung peluncur dapat meluncurkan rudal dengan aman dan
senyap di kedalaman laut. Didukung dengan SUBTICS (Submarine Tactical
Integrated Combat System).
SINGAPURA
Aangkatan Laut Singapura antara lain memiliki kapal selam jenis kelas Challanger
(refit eks-kelas Sjöormen Swedia). Dan, kelas Archer (aslinya dari
kelas Västergötland, dan akan direfit menjadi kelas standar Södermanland
dari Swedia).
AUSTRALIA
Memiliki enam unit kapal selam kelas Collins type 471
yang khusus dirancang oleh galangan Swedia Kockums untuk Angkatan Laut
Australia. Empat unit diantaranya sudah di upgrade dan selesai pada
Maret 2003. Antara lain dengan penyempurnaan pada combat system. Collin
class memiliki kapasitas persenjataan hingga 22 rudal jenis Harpoon dan
torpedo 533mm.
RRC
Memiliki puluhan jenis kapal selam dari kelas Golf, Romeo (Wuhan), Kilo, Song, Han, Xia, Shang, sampai kelas Jin.
TAIWAN
Taiwan memiliki dua kelas kapal selam yaitu kapal selam latih kelas Hai Shih (Tench atau GUPPY II), dan kelas Hai Lung (Zwaardvis).
INDIA
India memiliki kapal selam kelas Foxtrot, Shishumar (Type 209), Sndhughosh (Kilo), Scorpene, dan Akula. Saat ini India sedang membangun kapal selam modern (Nuclear Powered Ballistic Missile Submarine) yang diharapkan selesai pada tahun 2010.
JEPANG
Jepang memiliki armada kapal selam kelas Ko-hyoteki (midget), KD1 sampai KD7, J1, J2, J3, C1, C2, C3, A1, A2, A modifikasi, B1 (seri I-15), B2, B3, Sen Toku (aka I-400), Kaichu, Kaisho, Sen Taka’ (aka I-200), KRS, D1, D2, Sen Ho, Sen Ho Sho, dan LA.
Untuk Pasukan Bela Diri Maritim memiliki kapal selam kelas Gato, Hayashio, Natshushio, Oshio, Uzushio, Yushio, Harushio, Asashio, Oyashio, dan kelas Sōryū class.
KOREA SELATAN
Korea Selatan memiliki kapal selam kelas Chang Bogo (Type 209), dan kelas Son Won-il class (Type 214).
KOREA UTARA
Korea Utara memiliki kapal selam kelas Romeo, Sang-O, dan Yugo (midget submarine).
PAKISTAN
Kapal selam Pakistan diantaranya; kelas Hashmat (Agosta 70), Khalid (Agosta 90B class submarine), dan 3MG110 class (midget submarine).
TNI AL
TNI AL memiliki dua nama di dua unit kapal selam kelas Type-209/1300 buatan HDW Jerman. (dan
jenis yang masih menjadi kemisteriusan abadi para mayan mengingat korps
ini terkenal disiplin menjaga rahasia dan kesenyapan alutsistanya).
Rusia Tawarkan Rudal S 300
Mungkin kita sudah mendengar beberapa waktu lalu tentang bagaimana F-18
US-navy dengan seenaknya melintasi wilayah udara Indonesia. Begitu pula
dengan pesawat negara lain, seperti Australia dan Malaysia. Bahkan 2 jet
tempur F-16 RI yang datang menghalau, justru di-”lock” oleh F-18 US di
perairan Bawean dan disuruh menjauh. Kita yang berkuasa malah diusir
hehehe uncle satu ini memang pongah. Polisi dunia yang semena-mena
karena merasa diatas segalanya, yah barangkali mereka telah terbiasa
dengan stigma " KUASA".
TNI-AU telah menjalankan tugasnya dengan mengirim F-16 dan mengidentifikasi pesawat asing yang dianggap menerobos.
Bagaimana kondisi Arhanud saat itu ?
Tentu Arhanud TNI tidak bisa berbuat apa-apa karena sistem pertahanan
mereka tidak bisa menjangkau F-18 US. Padahal tugas Arhanud adalah
pertahanan udara medan operasi serta pertahanan udara nasional. Dari
kasus tersebut, terlihat jelas ada “ CELAH LEMAH ” dalam sistem
pertahanan udara Indonesia. Dan ini menimbulkan gelombang reaksi yang
tak terduga, nasionalisme. Para elite yang biasanya sibuk kolusi,
konspirasi politik dan korupsi, terketuk nyalinya untuk sedikit berbagi
ilustrasi tentang apa yang dibutuhkan negeri ini. Indonesia tidak boleh
menjadi korban berikutnya dari angkaranya adikuasa. Indonesia harus
bangkit, TNI harus bergigi dan diperkuat kembali. Dunia sudah mencatat,
Irak, Libya, Afghanistan dan beberapa negara telah kehilangan garansi
kemerdekaannya. Kejadian penyusupan oleh pespur amerika dan beberapa
negara lain yang main nyelonong saja di teritori NKRI membuat kewibawaan
Indonesia berkurang, khususnya terhadap negara-negara tetangga. Mereka
mengetahui Arhanud Indonesia hanya bisa bertahan total sambil menunggu
diserang. Itu baru ancaman penyusupan (intruder). Bagaimana pula dengan
peran Arhanud untuk melindungi gerakan satuan lain seperti, Batalyon
Tank Leopard 2A6,Heli Serbu MI-35, MLRS, Skuadron UAV dan lain
sebagainya.
Teknologi senjata pesawat telah berkembang dengan pesat. Musuh tidak
perlu lagi menghampiri sasaran untuk melakukan penghancuran. Apakah
kondisi ini harus dihadapi satuan darat Indonesia, dengan mencoba
melindungi diri sendiri mengandalkan rudal panggul jarak pendek.
Tentu saat kejadian itu para jenderal
akan lebih memilih untuk berharakiri jika masih memiliki sedikit rasa
malu. Melepas kenyataan pahit itu tentu tak mudah, namun perubahan pola
dan strategi adalah keharusan demi membayar rasa malu terhadap 200 juta
rakyat Indonesia yang telah menyokong negara ini melalui kekuatan TNI
yang digdaya semestinya.
Tapi kemana itu semua ?? Nyawa rakyat dipertaruhkan seolah tiada
berharga. Hal inilah yang memicu kegusaran dan membangkitkan seluruh
elemen negeri untuk melecut diri menjadi sebuah kekuatan yang setara.
Kita baru sadar kekayaan alam Indonesia telah melenakan, perdamaian yang
kita tawarkan justru dianggap celah untuk menikam dari belakang.
Singkat cerita, inilah negeri kaya tanpa penjaga yang digdaya saat itu.
Tetangga serumpunpun berani berak dan meludah ditanah air kita, dan kita
hanya mengelus dada menyaksikan ulah itu dengan segala kemampuan yang
terbilang seadanya. Bambu runcing kita tak cukup lagi jika harus
digunakan untuk mengusir Typhoon,hornet, atau stealth. Toh kita sendiri
telah rakus menebangi bambu-bambu bersejarah itu demi sekedar nama
ekspor komoditi. Lalu apalagi ?? Tamparan telak beruntun saat itu
terjadi , syukurlah kita menyadari dan ingin bangkit kembali. Ya, semua
pasti ada hikmahnya. Meski pahit, semoga menjadi manis pada akhirnya.
Minimal kita telah merasakan geliatnya saat ini, geliat garuda demi
macan asia.
Arhanud Modernisasi Alutsista
Diskusi dan pengkajian mendalam tentang pertahanan udara nasional telah
dilakukan secara intensif. Arhanud juga telah mengusulkan dilengkapinya
peralatan mereka dengan rudal anti-udara jarak menengah. LAPAN digenjot
untuk membuat rudal dan meningkatkan kemampuan Roketnya. Beberapa tahun
terakhir, Indonesia terus membeli peralatan tempur yang canggih dan
tentunya mahal, seperti : Jet tempur Sukhoi, Helicopter Serbu MI-35,
Korvet Sigma, Meriam 155mm Caesar, UAV Heron, Tank tempur Utama Leopard
2A6, dan sebagainya. Tentu hal yang janggal jika tak dilengkapi
dengan radar dan arteleri pertahanan udara yang memadai sebagai perisai
serangan diseluruh negeri plus kemampuan PT DI, Lapan, Len, Pal dan
Pindad nanti dalam bersinergi mengisi arsenal TNI dari sifat bertahan
menjadi penggentar.
Armada perang yang canggih dan mahal itu membutuhkan “Payung”, agar bisa
berfungsi dengan maksimal. Penginderaan dan pengadaan rudal jarak
menengah tampaknya harus menjadi keniscayaan bagi modernisasi alutsista
TNI dan rudal jarak menengah telah masuk ke dalam daftar belanja alut
sista TNI sejak tahun 2011. Pilihan itu tentu akan disesuaikan dengan
kondisi geografis dan kemampuan finansial TNI. Apapun yang nampak
sekarang tentu hanyalah sebagian yang bisa terekspose pada publik.
Selebihnya kita tak akan pernah tahu strategi penyamaran alutsista yang
lazim dilakukan oleh militer manapun didunia ini. Selalu ada senjata
rahasia, sekelas kilo ataupun rudal-rudal superior sekelas S 300 dan
alutsista gahar lainnya. Kita tahu, Vladimir Putin siap memberi tambahan
Kredit State sebesar US$ 1milyar lagi untuk pengadaan alutsista
Indonesia apalagi jika dikaitkan dengan rencana membangun sistem
jaringan rudal penangkis serangan udara di sejumlah titik strategis di
Indonesia. Tentu semua akan menyambut gembira, kita benar-benar haus
gizi alutsista. Bukan demi menginvasi negara manapun tapi kita hanya
ingin setara dengan mereka dalam menegakkan dan menjaga kedaulatan
bangsa. Spirit beralutsista dalam bingkai semangat kebangsaan perlu
selalu didengungkan untuk memberikan kebanggaan dalam berbangsa dan
bernegara. Dalam kondisi kita yang sedang membangun kekuatan militer
sesuai renstra MEF, negara tetangga sudah banyak yang berbaik hati dan
menyapa dengan tata krama. Australia berupaya mengambil hati dengan
menunjukkan cara pandang yang berbeda seperti yang ditunjukkan dalam
Pitch Black 2012. Malaysia sudah mulai tahu diri dan bersopan sikap.
Singapura meskipun tak menampakkan mimik kekhawatiran tapi sesungguhya
mereka mulai berhitung ulang dalam strategi pertahanan sarang lebahnya.
Belum lagi puluhan negara yang punya industri alutsista berkunjung ke
Jakarta untuk menjual senyum mengambil hati dan mengharap dapat order
pengadaan alutsista.
Apapun itu, tawaran yang menggiurkan itu
selayaknya patut kita apresiasi dan didukung realisasinya karena kita
memang butuh alutsista modern seperti, radar, rudal superior, pesawat
tempur, ranpur, kapal permukaan dan kapal selam lebih banyak untuk
mengawal teritori NKRI. Tentu dengan catatan lebih selektif melihat
barangnya, harga, kepantasan teknologinya, ongkos retrofitnya termasuk
biaya pemeliharaan dan ketersediaan SDM (personal militer) yang mumpuni.
Dan tak kalah pentingnya, industri alutsista dalam negeri tak perlu
diragukan lagi kehandalannya. Mereka mampu kita pasti bisa !
JAYALAH INDONESIA...