#AR
JASMERAH (IMD)-Dalam membahas isu yang terkait dengan pangkalan militer
asing di kawasan Asia, Presiden Indonesia Soekarno patut dihargai atas
peran utamanya yang ia tunjukkan selama bertahun-tahun sebelum
kejatuhannya pada 1967. Jadi, mari kita membuka file lama terkait
kontribusi terakhir Soekarno untuk kepentingan Perdamaian Dunia. Kabar
yang dirilis oleh Glasgow Herald pada 18 Oktober 1965 bahwa Soekarno
berpidato di Konferensi internasional khusus yang diadakan di Jakarta,
untuk menggalang dukungan guna menghapuskan semua pangkalan militer
asing. Berbicara di hadapan 40 (kepala) negara yang hadir dalam
konferensi tersebut, Soekarno menuduh negara-negara Barat termasuk
Amerika Serikat mendirikan pangkalan militer untuk menguasai sekaligus
melakukan subversi terhadap negara-negara berkembang.
Dalam konferensi tersebut, Soekarno juga mengatakan pentingnya umat
manusia harus menghilangkan apapun pangkalan militer asing di kawasan
demi kepentingan perdamaian dunia. Presiden pendiri dan pejuang
kemerdekaan Indonesia juga menuduh AS dan sekutu Barat-nya karena
menggunakan orang-orang dari negara-negara berkembang sebagai kaki
tangan dan alat mereka. Soekarno di hadapan peserta konferensi juga
menyatakan, orang-orang seperti itu ada di Indonesia dan telah membawa
bencana dalam perjuangan negara melawan kekuatan yang sudah mapan,
seperti AS, Inggris dan sekutu-sekutunya.
Para elit politik dan rakyat pun sudah tahu bahwa Soekarno seringkali
mengatakan, dunia terbagi ke dalam dua kubu: Kekuatan yang sudah lama
mapan (Oldefos) dan kekuatan besar yang baru muncul (Nefos). Dalam hal
ini Soekarno menyerukan kepada kekuatan-kekuatan (negara) yang ada untuk membantu dalam mengakhiri garis kehidupan imperialis terkait keberadaan pangkalan asingnya.
Tak bisa disangkal bahwa Soekarno pada saat itu mengarahkan serangan
frontal terhadap Inggris yang telah mendirikan pangkalan militernya di
Malaysia dan
Singapura, dan pada saat yang sama ia juga
mengecam kegiatan AS di Vietnam, dan tentu saja kehadiran militernya di
Filipina. Ini bisa dimengerti karena AS berikut sekutu lamanya Inggris
menjadi target utama dalam konferensi tersebut.
Di antara 40
negara yang hadir dalam konferensi tersebut, Radio Republik Indonesia
melaporkan bahwa Vietnam Utama, Jepang, Perancis, Tanzania dan Selandia
Baru sebagai anggota Badan Eksekutif. Republik Rakyat Cina tidak
diizinkan untuk hadir karena diduga terlibat dalam upaya kudeta
September yang mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI), yang pada saat
itu dituduh oleh front anti komunis sebagai aktor kunci yang memicu
upaya kudeta September 1965.
Sikap Soekarno yang kekeh dan serangan konfrontatifnya
melawan pendirian pangkalan militer asing di kawasan Asia harus dibaca
dalam konteks perjuangannya yang tak kenal lelah dalam melawan dominasi
negara-negara Barat yang menjajah negara-negara Asia dan Afrika selama
berabad-abad.
Dilihat dari tren global saat ini yang
melibatkan AS, negara-negara Eropa Barat, Rusia dan Cina, masalah
menghapuskan pangkalan militer asing sebagaimana dimaklumatkan oleh
Soekarno Oktober 1965 masih menjadi inspirasi bagi mereka yang menentang
kehadiran militer AS dan sekutu-sekutunya
di kawasan Asia. Sebagai inspirasi Soekarno berkata: "Kita akan menang.
Kita akan menghancurkan imperialisme dengan kekuatan gabungan kita.
Kita harus menciptakan Perdamaian Dunia tanpa kejahatan imperialisme
yang berasal dari kapitalisme. "
Pascaupaya kudeta di
bawah komando beberapa anggota TNI berpangkat rendah melawan para
perwira tinggi termasuk Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Achmad Yani
pada tanggal 30 September 1965 dan operasi pembersihan berikutnya yang
diklaim Jenderal Soeharto sebagai kontra kudeta pada tanggal 1 Oktober
1965, maka Presiden Soekarno yang masih berkuasa saat itu telah
kehilangan inisiatif-inisiatif
politik, dan akhirnya sejak 1 Oktober 1965 Panglima Komando Cadangan
Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto mengambil
alih kepemimpinan politik dari tangan Soekarno.
Dengan
demikian, mereka yang cukup sadar akan keadaan semacam ini nampak
keheranan bahwa Soekarno secara politik masih ada dan diizinkan untuk
melancarkan serangan konfrontatif terhadap AS dan Inggris yang sangat
ingin mendirikan pangkalan asing di Filipina, Malaysia dan Singapura.
Mengingat kepercayaan umum saat itu bahwa meskipun upaya kudeta terhadap
perwira tinggi Angkatan Darat pada saat itu dengan membunuh para
jenderal termasuk Kepala Staf Angkatan Darat Achmad Yani, usaha kudeta
yang dilancarkan pada 30 September 1965 serta kontra kudeta pada 1
Oktober 1965 seperti yang diklaim oleh Soeharto dan sekutu politiknya,
sejumlah ahli berpendapat bahwa kedua peristiwa tersebut sebenarnya awal
untuk menggulingkan Soekarno dari kekuasaannya melalui skema "kudeta
diam'' yang secara diam-diam didukung dari belakang oleh Washington.
Pada tahun 1967, Soekarno secara resmi digulingkan dari kekuasaannya
yang kemudian dikenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 dimana
Soekarno dipaksa untuk menandatangani pergantian kekuasaan kepada
Jenderal Soeharto, yang akhirnya disahkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS). Dengan demikian, Soeharto secara resmi
mendapat mandat dari MRPS sebagai Presiden hingga Pemilihan Umum 1971.
AS Bangun Pangkalan Militer Asing di ASEAN dengan Dalih Kerjasama Militer
Terlepas dari kenyataan bahwa Soekarno tidak lagi menjabat sebagai
Presiden Indonesia, tetapi kontribusi besarnya untuk Perdamaian Dunia
serta pemberdayaan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
masih menjadi inspirasi bagi para pemangku kepentingan politik luar
negeri di Indonesia dalam merespon kemungkinan hadirnya militer AS dan
sekutunya di kawasan Asia, terutama nAsia Tenggara.
Peristiwa
saat ini yang terjadi dua bulan lalu patut mendapat perhatian khusus.
Pada tanggal 30 Mei 2012 dua pejabat yang paling bertanggung jawab atas
mesin militer global AS yang tangguh, Menteri Pertahanan Leon Panetta
dan Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Martin Dempsey, mengunjungi
markas Komando Pasifik di Hawai dalam lawatannya ke sejumlah negara di
Asia Pasifik dan secara resmi memulai upaya pergeseran pemusatan militer
AS dan asetnya di Kawasan.
Keduanya Jenderal Dempsey dari
Pangkalan Angkatan Udara Andersen di Guam, tiba di Singapura untuk
menghadiri forum tahunan di bidang pertahanan Shangri-La Dialogue ke-11,
dimana mereka bertemu dengan para pejabat tinggi dari 26 negara
Asia-Pasifik. Setelah keduanya melanjutkan perjalannya masing-masing.
Panetta ke Vietnam dan India, sekutu militer AS yang paling signifikan
di Asia pascaera Perang Dingin, dan Dempsey bertolak ke Filipina dan
Thailand, yang juga dua sekutu militer lama AS.
Selama di
Singapura, Panetta menyatakan bahwa Washington akan meningkatkan
persentase angkatan laut AS di Asia-Pasifik (dengan mengirimkan pesawat,
kapal penjelajah, kapal perusak, kapal tempur dan kapal selam-dari 50
sampai 60 persen dan memperkuat serta memperluas aliansi militer dengan
negara-negara di seluruh kawasan, terutama negara-negara di Asia
Tenggara yang terlibat dalam sengketa wilayah dengan China di Laut China
Selatan. Sebagaimana dinyatakan Jenderal Dempsey setelah pertemuan
Shangri-La Dialogue, "Ini berarti bahwa sebagaimana perkembangan yang
terjadi (di kawasan), kami akan menyediakan kapal-kapal kami yang paling
canggih, pesawat generasi kelima kami dan yang terbaik dari teknologi
pertahanan rudal kami saat kami bekerja dengan mitra kami."
Menteri Pertahanan Panetta menekankan intensifikasi kerjasama militer
dengan enam negara Asia Pasifik dimana AS memiliki perjanjian pertahanan
(yang ditandatangani selama puncak Perang Dingin dan pada saat yang
sama ditujukan terhadap Cina)-Australia,
Jepang, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan dan Thailand-juga
memperluas dan memperdalam kerjasama yang ada dengan negara-negara
seperti Singapura, Indonesia, Malaysia, dan India.
Panetta lebih lanjut menyatakan pentingnya melakukan hubungan militer dengan Myanmar--sebagainana Indonesia, Malyasia, Filipina, Singapura dan Thailand--karena juga tergabung dalam Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN).
Dengan kata lain, Dempsey memiliki rancang bangun yang sama dengan sesama pemimpin militer pada konferensi Shangri-La.
Setelah meninggalkan Singapura, Panetta tiba di kapal AS yang berlabuh
di Teluk Cam Ranh Vietnam setahun setelah Amerika Serikat dan Vietnam
menandatangani nota kesepahaman untuk meningkatkan kerjasama militer di
lima wilayah dan dua tahun setelah kapal perusak rudal USS John S McCain
yang mengunjungi Da Nang untuk terlibat dalam latihan bersama di Laut
Cina Selatan. Dia adalah pejabat tinggi Amerika pertama yang mengunjungi
bekas pangkalan militer AS setelah berakhirnya Perang Vietnam.
Setelah delapan hari perjalanan Panetta di Asia Pasifik, dalam
kata-kata layanan pers Departemen Pertahanan, "mempromosikan poros baru
Presiden Barrack Obama ke Asia dalam kebijakan luar negeri, website
Pentagon melaporkan dua tema utamanya adalah bahwa "Washington tengah
memprioritaskan kebijakan (luar negerinya) yang lebih besar di Asia dan Pasifik, dibandingkan
dengan Eropa dan Timur Tengah, dan Amerika Serikat bermaksud untuk
meningkatkan kegiatan militer di kawasan itu, dengan melakukan latihan
(militer) bersama dengan melibatkan lebih banyak negara, termasuk
Australia, Filipina, Singapura dan Thailand, dan dengan menggunakan
lebih banyak peralatan (militer), termasuk sedikitnya 40 kapal baru.
Ketika Menteri Pertahanan Amerika itu tengah melakukan konsolidasi
kemitraan strategis dengan saingan Cina di pantai Barat Laut Cina
Selatan, Jenderal Dempsey berada di ujung timur, di Filipina, melakukan
hal yang sama dengan negara yang jelas-jelas berselisih dengan China di
Laut Cina Selatan saat ini.
Dua minggu setelah kapal
selam bertenaga nuklir USS Caroline menghabiskan sepekan di bekas
pangkalan angkatan laut US mantan di Teluk Subic, Dempsey mengunjungi
kantor pusat jika Satuan Tuga Operasi Khusus Gabungan-Filipina
di Mindanao di mana sebanyak 600 anggota layanan Amerika dikerahkan
untuk operasi kontra pemberontakan. Kemudian ia bertemu dengan pejabat
tinggi Filipina, Jenderal Jessie Dellosa di Manila.
Selama
kunjungan kepala militer Amerika, Menlu Filipina Albert Del Rosario
menyatakan bahwa "Kita bisa mengantisipasi banyaknya persinggahan (oleh
kapal perang AS), dan menegaskan meningkatnya kehadiran (pasukan) AS itu
konsisten dengan haluan strategisnya untuk Asia -Pasifik."
Pada 5 Juni Philipines Star mengungkapkan bahwa "Pasukan, kapal perang
dan pesawat AS dapat, sekali lagi, bisa menggunakan bekas fasilitas
angkatan laut dan udaranya di Subic, Zambales dan Clark Field Pampanga",
mengutip Wakil Menteri Pertahanan Honorio Azcueta setelah ia bertemu
dengan Dempsey. AS telah memasok Filipina dengan dua kapal perang sejak
tahun lalu. Pada November, Kepala Staf Angkatan Laut Filipina Laksamana
Muda Alexander Pama menyebut akuisisi tersebut melambangkan kebangkitan
Angkatan Laut Filipina.
Ketika ditanya oleh seorang
wartawan 'Jika pasukan Amerika serta kapal perang dan pesawat tempur
mereka diizinkan akses ke bekas pangkalan Angkatan Laut AS di Subic,
Azcueta menegaskan bahwa mereka akan, menyatakan "Itu yang kita inginkan
.. peningkatan latihan dan interoperabilitas."
Seperti Teluk Cam Rann Vietnam, pangkalan angkatan laut Subic dan
lapangan terbangnya digunakan untuk operasi besar selama Perang Vietnam.
Seperti Tge U-Tapao Lapangan Udara Angkatan Laut Kerajaan Thailand 90
km sebelah tenggara Bangkok. Setelah meninggalkan Filipina, Jenderal
Dempsey mengunjungi Thailand dimana ia bertemu dengan Menteri Pertahanan
negara tersebut, para perwira tinggi dan kepala angkatan darat,
angkatan udara dan angkatan laut.
Di antara hal-hal lain yang
patut cermati, Dempsey menjamin penggunaan pangkalan U-Tapao untuk
operasi Amerika, seolah-olah hanya (demi misi-misi) kemanusiaan, padahal
seperti kantor berita Xinhua News laporkan, "beberapa skeptis
mengatakan bahwa lapangan udara angkatan laut tersebut pada akhirnya
akan digunakan untuk operasi militer."
Pangkalan
tersebut digunakan oleh AS untuk perang di Vietnam dan saat ini
digunakan untuk latihan militer bersama pasukan AS danThailand Cobra
Gold, latihan militer multinasional terbesar pimpinan AS di kawasan
Asia-Pasifik. Pasukan Cobra Gold tahun ini juga mengikutsertakan pasukan militer dari Indonesia, Jepang, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan.
Kantor berita Pentagon merujuk pernyataan Dempsey menyatakan "Lokasi
geostrategis dan komitmen global, dipasangkan dengan militer yang
tangguh dan ekonomi yang sedang berkembang, membuat sekutu AS Thailand
menjadi prospek yang menarik bagi kerja sama bilateral yang lebih besar,
dan mengutipnya langsung, mengatakan". Mereka ada di lokasi kunci yang
sangat luar biasa."
Sumber berita tersebut melaporkan bahwa
posisi strategis menjadi penting perbatasan Thailand, Kamboja, Laos,
Malaysia, dan Myanmar, "dengan Vietnam, India, dan China tidak lebih
jauh" dan memiliki "sebuah pantai timur di Laut Andaman, yang juga
dikenal sebagai Laut Burma."
Dempsey menyatakan bahwa militer
AS dan Thailand "tengah mencermati konsep untuk pusat keunggulan di
Thailand yang dikembangkan untuk bantuan kemanusiaan dan bantuan
bencana" yang mungkin awal dari upaya bilateral AS-Thailand, atau bisa
melibatkan negara tambahan dari awal, menurut website Pentagon.
Membahas berbagai kemitraan militer baru di Asia Tenggara, terutama
peran yang dimainkan AS dalam meng-upgrade kemampuan militer
negara-negara mitranya, kepala Pentagon menyatakan di Singapura pada
tanggal 2 Juni, "Kami akan mendorong hubungan seperti itu dengan setiap
negara yang bisakita ajak kerjasama di wilayah tersebut, termasuk
Myanmar."
Sampai AS berhasil merayunya tahun lalu, Myanmar adalah salah satu dari sekian sekutu andalan Cina di Asia.
Pada tanggal 2 Juni Menteri Pertahanan Singapura Ng Eng Hen meyakinkan
Menteri Pertahanan Panetta akan kesediaan pemerintahnya untuk menjadi
tuan rumah empat kapal tempur Amerika sebagai kewajiban yang diembankan
oleh Persetujuan Kerangka Kerja Strategis yang ditandatangani oleh
Washington dan Singapura pada tahun 2005. Kedua kepala pertahanan itu
juga berjanji untuk lebih menerapkan perjanjian dan meningkatkan lebih
latihan militer bersama, misalnya, menambahkan angkatan laut dengan
komponen kekuatan udara yang ada di latihan tahunan Commando Sling.
Panetta dan mitranya juga membahas menggunakan Murai Urban Training
Facility untuk latihan bilateral yang melibatkan Marinir AS dan angkatan
bersenjata Singapura mulai tahun depan.
Mengenai rotasi kapal
perang AS ke Singapura, Kepala Staf Gabungan AS Dempsey mengatakan
bahwa "Kapal-kapal tempur pesisir yang akan segera mulai penyebaran
rotasi ke Singapura adalah contoh dari keterlibatan militer yang
meningkat dibawah (payung) strategi Asia-Pasifik AS."
Negara
Asia terletak di ujung selatan Selat Malaka yang menghubungkan Samudra
Hindia dengan Laut Cina Selatan dan di mana minyak mengalir dari Teluk
Persia ke perekonomian Asia Timur yang haus minyak seperti Cina, Korea
Selatan dan Jepang.
Dengan membentuk kemitraan militer dengan
sepuluh anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, AS membangun
pondasi untuk analog Asia dari Organisasi Perjanjian Atlantik Utara
(NATO). Sebagaimana yang sudah diulas juga termasuk untuk menghadapi
Rusia, sehingga aliansi baru ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang
sama terkait Cina.
Dalam tataran tren global, pidato yang
disampaikan oleh pendiri bangsa Presiden Soekarno pada 18 Oktober 1965
masih sangat inspiratif untuk menghadapi Skema AS terhadap upaya
militerisasi di wilayah Asia Tenggara, ketika Soekarno mendesak peserta
konferensi bekerjasama untuk penghapusan pangkalan militer asing di
negara masing-masing, termasuk Indonesia dan negara-negara di kawasan
Asia Tenggara, dan ASEAN pada khususnya.
The Global review-