credit for : Hamzah Palalloi (admin pena sang jenderal)
“Tunduk Mas, Jangan bergerak dulu!” suara lantang Sersan La Ode Ilham terdengar.
“Tidak, ini pertempuran Ilham! Bentak Prabowo.
“Jangan Mas, Saya dulu yang mati! Balas La Ode
“Tetap konsent Ilham” perintah Prabowo
“Prajurit akan bersemangat jika melihat komandannya bersemangat” balas
Kapten Prabowo di tengah desingan peluru tentara fretelin Timor yang
seolah di arahkan padanya.
Sersan La Ode tak mau ambil resiko.
Ia segera membekap badan Kapten Bowo, menggulingkannya ke tanah, menekan
dengan separuh badan, lalu melepaskan rentetan peluru ke arah musuh. Di
benaknya, Kapten Prabowo tidak boleh gugur di medan tempur. Seberani
apapun komandannya itu, ia adalah obor yang menghangatkan mereka di kala
gundah, dan menjadi penyemangat pasukan di segala waktu.
Sersan
La Ode tak habis pikir, pemuda gagah yang menjadi komandan kompi-nya
itu seolah memiliki ‘nyali’ yang berlapis-lapis. Keberaniannya di medan
tempur sama sekali tak mengisyaratkan jika ia adalah putera seorang
Begawan Ekonomi dan mantu dari seorang Presiden yang amat di segani
dunia internasional kala itu.
“Duarrr!!....“Duarrr!!....“Duarrr!!
Letupan senjata api berkali-kali menghantam pasukan Kapten Prabowo,
nyaris saja nyawa mereka melayang. Tapi Prabowo mampu mengatur strategi
jitu buat anak buahnya hingga tak satupun peluru-peluru milisi fretelin
mengenai sasaran. Membaca situasi itu, Prabowo tak ciut, ia terus
membakar semangat pasukannya untuk memukul mundur pasukan musuh.
Strategi itu membuahkan hasil, beberapa musuh tertembak mati dan yang
lainnya kocar-kacir melarikan diri ke hutan-hutan. Situasi mereda,
target untuk menguasai medan lawan terpenuhi. Sayangnya, radio
penghubung milik pasukan Prabowo hancur terkena peluru dan bom musuh.
Sehingga hubungan komunikasi pasukan Prabowo dengan Jakarta menjadi
terputus.
Malam mulai senyap, yang terdengar hanya jengkrik dan
suara burung hantu malam di belantara tanah berkapur dan hutan-hutan
Timor.
“Segera kembali ke markas, istirahat dan tetap waspada,
radio penghubung yang rusak segera dibenahi” begitu perintah Kapten
Prabowo.
“Siapp!!” jawab pasukan.
Rusaknya radio
penghubung pasukan baret merah yang dipimpin langsung Kapten Prabowo
Subianto ini ternyata menimbulkan ‘situasi baru’ di Jakarta. Prabowo
diisukan telah gugur di medan tempur. Tentu hal ini meresahkan Istana
Negara. Bagaimanapun Prabowo telah menjadi ‘anak’ Presiden Soeharto,
karena Prabowo menikah dengan Titik Soeharto,.
“Hampir sepekan
lamanya isu berseliweran termasuk di Jakarta, bahwa Kapten Prabowo
Subianto telah meninggal dunia di medan tempur. Kami juga sempat resah
dengan isu dan situasi seperti itu, padahal Mas Bowo sehat walafiat.
bagaimanapun Mas Bowo adalah ‘nyawa’ dari pasukan, kalau dibiarkan isu
ini berlangsung lama, dapat menurunkan semangat tempur pasukan, ini
hanya gara-gara radio penghubung rusak,” kenang La Ode Ilham akan
peristiwa sebuah pertempuran di Timor-Timur di era tahun 1980-an.
Karenanya, pasukan berusaha keras agar radio penghubung itu dapat diperbaiki, atau mendapatkan radio baru.
“Alhamdulillah radio kami bisa berfungsi kembali” kata La Ode Ilham,
yang kini pensiun dini dari TNI dengan pangkat terakhir ‘Mayor TNI’.
Ilham sendiri dikenal sebagai Kopassus yang amat dekat dengan Prabowo
Subianto di pasukan.
“Kring..”
Radio penghubung
berhasil menghubungi Istana Negara. Seorang telah menerima telepon itu.
Menurut La Ode Ilham, itu seperti suara dari Presiden Soeharto, sehingga
kemudian ia dengan sigap melaporkan situasi terakhir pasukan termasuk
kondisi komandannya, Prabowo Subianto yang sehat-walafiat dan membantah
isu gugurnya Pak Prabowo.
“Siap Jenderal!, Mas Bowo kondisinya
sehat-walafiat,” jelas La Ode Ilham, kemudian menyerahkan telepon itu
kepada Prabowo untuk berbicara langsung dengan istana.
La Ode Ilham tak bisa melupakan peristiwa itu. Termasuk kedekatannya dengan Prabowo Subianto yang disapanya ‘Mas Bowo’.
“Mas Bowo itu sangat pemberani, tegas dan selalu tepat dalam mengambil keputusan”
“Karenanya kami anak buahnya, jika berada di tengah-tengah Mas Bowo
merasa sangat terlindungi, kamipun sangat melindungi Mas Bowo,
bagaimanapun Mas Bowo bukan sekedar komandan kami, tapi beliau juga anak
Presiden” kata Ilham.
Lain lagi cerita Letkol (Purn) Petrus
Sunyoto, Kopassus yang pernah meraih penghargaan dari Presiden RI
sebagai ‘Prajurit Terberani TNI’ punya kisah lain tentang sosok Prabowo
Subianto. “Pak Prabowo itu adalah prajurit yang tidak sekedar pemberani
di medan tempur, atau tegas dalam mengambil keputusan, tetapi juga
memiliki sikap ‘ngemong’ dengan rakyat,” kata Petrus.
Menurutnya, di sela-sela istirahat dari medan tempur, Pak Prabowo
meluangkan waktunya untuk berbagi dengan rakyat kebanyakan. Bahkan tak
sungkan-sungkan mengenalkan kepada rakyat Timor untuk berfikir lebih
maju, menghilangkan perbedaan antar kelompok. “Maklumlah rakyat Timor
kala itu dilanda ancaman perang saudara, sehingga Pak Prabowo mengajak
mereka untuk bersatu. Bahkan pasukan ABRI kala itu diperintahkan Pak
Prabowo untuk snntiasa melindungi warga sipil tak bersenjata. Apalagi
kaum perempuan dan anak-anak. Hak-haknya juga harus dihormati,” tandas
Petrus.
Ada dua pesan yang tak pernah lekang diingatan Pak
Petrus soal Pak Prabowo Subianto, yakni, setiap prajurit ABRI di medan
pertempuran pantang akan dua hal, yakni; tidak sekali-kali berlaku
senonoh dengan perempuan, serta tidak mengambil hak yang bukan hak
mereka. “Pesan ini saya teruskan pada pasukan lain, siapa yang
melanggar, maka sanksinya sangat berat, itu juga menjadi pedoman saya
takkala memimpin pasukan,” imbuhnya.
Satu hal yang dicermati Pak
Petrus tentang sosok Prabowo Subianto, yakni meski sibuk mengurus
pasukan di medan tempur, tetapi waktu jeda digunakan Pak Prabowo untuk
membaca. “Buku-buku bacaan beliau yang paling digemari saat itu, adalah
buku-buku ekonomi dan buku yang berkisah tentang patriotisme dan
heroisme,.”tandasnya.
Malah, keinginan Prabowo Subianto untuk
menjadi Presiden Republik Indonesia, sebenarnya adalah cita-cita lama
Pak Prabowo, sejak masih berpangkat Kapten TNI. “Jadi bukan sesuatu yang
mengherankan jika Pak Prabowo mengatakan ingin jadi Presiden sekarang
ini, itu sudah lama sekali, semenjak beliau masih berpangkat Kapten, dan
anak buah beliau di pasukan saya yakin mereka masih mengingatnya,”
jelas Petrus.
Meski begitu, cita-cita mulya itu tidak membuat
jarak antara Prabowo dengan pasukannya. Malah semakin membuat mereka
melebur menjadi satu. “Di pasukan, meski beliau adalah komandan kami,
dan juga mantu Presiden, tetapi tak ada perbedaan, jika beliau makan
nasi kotak, kami juga makan nasi kotak, semuanya harus sama. Beliau
sangat memperhatikan kesejahteraan anak buahnya. “Saya sendiri berkata,
inilah sosok Presiden masa depan itu” imbuh Petrus.
———————-
Demikian sepenggal cerita kisah Jenderal Prabowo Subianto yang
merupakan hasil wawancara singkat penulis dengan beberapa mantan pasukan
Kopassus mantan pasukan Prabowo Subianto yang disarikan dari waktu dan
tempat yang berbeda. Semoga bermanfaat.
Jayalah Indonesiaku!
sumber:http://www.semprotin.com/2013/02/sepenggal-kisah-prabowo-dari-medan.html